Sosok Pristiadi Utomo

Lahir di Rembang kota pesisir utara bagian paling timur di Propinsi Jawa Tengah. Menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri Kutoharjo III Rembang. Melanjutkan pendidikan di SMP Negeri II Rembang. Tingkat SMA ditempuh di SMA Negeri II Rembang masuk jurusan IPA Diterima di PMDK IPB jurusan Teknologi Alat Pertanian dan lolos Sipenmaru di IKIP Negeri Semarang jurusan Fisika. Akhirnya memilih menekuni Pendidikan Fisika. Semenjak mahasiswa tingkat II aktif mengajar Fisika di SMA dan SMP swasta di Kota Semarang, serta aktif menjadi tentor Fisika di Bimbingan Belajar Primagama. Begitu lulus diterima menjadi guru tetap Fisika di SMA Karangturi Semarang sampai tahun 1995. Kemudian meniti karir sebagai PNS di SMA Negeri 1 Kabupaten Purbalingga hingga tahun 2005. Awal tahun 2006 dia berpindah tugas di Kota Semarang sebagai guru FIsika di SMK Negeri 11 Semarang, serta menjadi pengasuh rubrik Fast Solution majalah sekolah Gradasi. Dia menyelesaikan pasca sarjana (S2) di jurusan Fisika UNNES Semarang pada tahun 2007. Pada tahun itu pula buku Fisika Interaktif yang ditulisnya lolos seleksi Pusat Perbukuan dan diterbitkan oleh Penerbit Ganeca Exact – Azka Press, Jakarta.

Download Materi Pembelajaran Fisika

Setelah sekian lama file-file materi pembelajaran yang saya buat tersimpan, saya kira tidak selayaknya file-file tersebut disimpan terus. Sambil meneruskan berkreasi tentang hal-hal yang bermanfaat, ada baiknya materi-materi pembelajaran fisika ini diunggah (upload) di dunia maya supaya lebih ada manfaatnya. Materi pembelajaran Fisika yang saya maksud dapat diunduh (download) di sini.

Sunday, August 16, 2009

Surat Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

Nomor : 1505/H.37.3.3/TU/09 14 Agustus 2009
Lamp : satu bendel
Hal : Pemberitahuan PLPG Tahap 1

Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
dan Mapenda Kabupaten/Kota

Diberitahukan dengan hormat bahwa Panitia Sertifikasi Guru (PSG) akan menyelenggarakan Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Tahap 1 bagi Guru SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, dengan penjelasan sebagai berikut:

Tanggal Pelaksanaan : 20 - 28 Agustus 2009
Tempat : 1. Badan Diklat Propinsi Jateng
Jl. Setiabudi No. 201A Srondol Kulon Semarang
Untuk Guru SMP Bidang Studi Matematika dari semua Kabupaten/Kota, untuk Guru SMP Bahasa Inggris dari semua Kabupaten/Kota, dan untuk Guru MTs Bahasa Inggris dari Kota Pekalongan, Kab. Batang, Kab, Kendal, Kota Semarang, Kota Salatiga.
2. Unnes Kelud
Jl. Kelud Raya Utara No.3 Semarang
Untuk Guru Kelas SD dari Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan dan Kota Semarang.
3. Graha Wiyata Patemon (GWP)
Jl. Raya Patemon-Gunungpati
Untuk Guru SMP dan MA Bidang Studi Bahasa Indonesia dari semua Kabupaten/kota.
Check-in : Kamis, 20 Agustus 2009 Pukul 13.30 WIB

Tanggal Pelaksanaan : 21 - 29 Agustus 2009
Tempat : BKK Supriyadi
Jl. Supriyadi No. 37 Semarang
Untuk Guru Bidang Studi Bimbingan dan Konseling MI dan SMP/MTs dari semua Kabupaten/Kota dan SMA dari: Kab. Semarang, Brebes, Batang, Tegal, Kota Tegal, Kota Salatiga dan Kota Pekalongan

Check-in : Jum’at, 21 Agustus 2009 Pukul 13.30 WIB

Catatan :1. Calon Peserta PLPG dimohon membawa Buku Ajar/Buku Teks Mata
Pelajaran, dokumen Silabus, RPP dan Media Pembelajaran yang relevan.
2. Mohon undangan pada guru di buat Diknas/Mapenda.
3. Untuk acara pembukaan memakai pakaian atas batik bawah gelap.
4. Untuk Kegiatan pembelajaran sehari-hari pakaian atas putih bawah hitam dan memakai dasi.
5. Informasi lebih lanjut dapat diakses www.portofolioguru.unnes.ac.id

Sehubungan dengan hal tersebut, mohon agar Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Mapenda Kabupaten/Kota dapat mengundang dan meneruskan informasi tersebut di atas kepada guru di wilayah Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dan Mapenda Kabupaten/Kota yang bersangkutan (daftar nama peserta tiap kabupaten dan asal sekolah terlampir).

Atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan terima kasih.


A.n Rektor
Ketua LP3



Dr. Sugiyo, M.Si
NIP. 130675639


Tembusan:
1. Rektor (sebagai laporan)
2. Pembantu Rektor Bidang Akademik
Universitas Negeri Semarang

Friday, March 06, 2009

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Bagi Guru


Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik di sini berarti guru mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Diimplementasikan dengan benar berarti sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian tindakan.

Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas

A. Diagnosis dan Penetapan Masalah

Dalam kegiatan di kelas, guru dapat mencermati masalah-masalah yang dapat dikembangkan dalam empat bidang yaitu yang berkaitan dengan pengelolaan kelas, proses belajar-mengajar, pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar, maupun sebagai wahana peningkatan personal dan profesional.

PTK yang dikaitkan dengan pengelolaan kelas dapat dilakukan dalam rangka:
1) meningkatkan kegiatan belajar-mengajar,
2) meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar,
3) menerapkan pendekatan belajar-mengajar inovatif, dan
4) mengikutsertakan pihak ketiga dalam proses belajar-mengajar.

PTK yang dikaitkan dengan proses belajar mengajar dapat dilakukan dalam rangka:
1) menerapkan berbagai metode mengajar,
2) mengembangkan kurikulum,
3) meningkatkan peranan siswa dalam belajar,
4) memperbaiki metode evaluasi.

PTK yang dikaitkan dengan pengembangan/penggunaan sumber-sumber belajar dapat dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfaatan
1) model atau peraga,
2) sumber-sumber lingkungan,
3) peralatan tertentu.

PTK sebagai wahana peningkatan personal dan profesional dapat dilakukan dalam rangka 1) meningkatkan hubungan antara siswa, guru, dan orang tua,
2) meningkatkan “konsep diri” siswa dalam belajar,
3) meningkatkan sifat dan kepribadian siswa,
4) meningkatkan kompetensi guru secara profesional.

Jadi, masalah penelitian yang dipilih hendaknya memenuhi kriteria “dapat diteliti”, dapat “ditindaki”, dan “ditindaklanjuti”.

Masalah-masalah yang mungkin dihadapi guru dapat berupa:
• Bagaimana meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar? (yang “ideal” itu dapat meningkatkan antusiasme siswa sehingga mereka sepertinya “tidak sabar” menunggu-nunggu datangnya jam pelajaran yang dibina oleh guru tersebut);
• Bagaimana mengajak siswa agar di kelas mereka benar-benar aktif belajar (aktif secara mental maupun fisik, aktif berpikir)?
• Bagaimana menghubungkan materi pembelajaran dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari agar mereka dapat menggunakan pengetahuan dan pemahamannya mengenai materi itu dalam kehidupan sehari-hari dan tertarik untuk mempelajarinya karena mengetahui manfaatnya?
• Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk membelajarkan materi?
• Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?

Striger (2004) memberikan arahan untuk memfokuskan penelitian dengan jelas setelah melakukan refleksi mengenai apa yang terjadi yang memunculkan masalah dan apa isu serta peristiwa yang terkait dengan masalah. Isu atau masalah itu harus dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang dapat diteliti dan diidentifikasi tujuan meneliti masalah tersebut.

Isu atau topik yang ingin diteliti: Definisikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan permasalahan.
Masalah penelitian: Nyatakan isu sebagai suatu masalah.
Rumusan masalah: Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan.
Tujuan penelitian:Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti masalah ini.

Misalnya dipilih masalah sebagai berikut.
Isu : Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran. Guru sering memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tetapi hampir tidak ada siswa yang bertanya.
Masalah : Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh (sedapat mungkin “hands on” atau “minds on”, bahkan juga kalau mungkin “hearts on”).
Fokus masalah: Bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas?
Rumusan masalah PTK yang lengkap biasanya berupa suatu pertanyaan dalam bentuk “Masalah apa yang terjadi di kelas, bagaimana upaya mengatasinya, apa tindakan yang dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah mana hal itu terjadi?”
Contoh fokus masalah (rumusan masalah yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Bagaimana peningkatan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara “hands on”, “minds on” maupun “hearts on” ?
Tujuan penelitian: Merupakan jawaban terhadap masalah penelitian
Contoh tujuan (yang belum dilengkapi dengan tindakan dan lokasi penelitian): Meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas, baik secara “hands on”, “minds on” maupun “hearts on”..
Setelah ditetapkan fokus masalah seperti itu, dosen dan guru berdiskusi mengadakan gagas pendapat mengenai tindakan apa saja yang dapat dipilih untuk memecahkan masalah.

B. Bentuk dan Skenario Tindakan

Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan (misalnya penugasan siswa membaca materi pelajaran 10 menit sebelum pembelajaran) atau dalam bentuk penggunaan salah satu bentuk media pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep, penggunaan lingkungan sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula dalam bentuk suatu strategi pembelajaran (misalnya strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw atau STAD atau TGT atau GI, strategi pembelajaran berbasis masalah dan seterusnya). Contoh tindakan untuk rumusan masalah di atas: problem posing .
Bagaimana tindakan tersebut akan dilaksanakan dalam PTK perlu direncanakan dengan cermat. Perencanaan pelaksanaan tindakan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Pembelajaran (RP) atau dalam bentuk Skenario Pembelajaran.


C. Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan

Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah sejalan dengan prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi yaitu sisi proses dan sisi hal yang diamati.

1. Dari sisi proses
Dari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output (hasil).
a. Instrumen untuk input
Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal awal/prestasi tertentu dari peserta didik yang dianggap kurang. Dalam hal ini tes bekal awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di samping itu, mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya: format peta kelas dalam kondisi awal, buku teks dalam kondisi awal, dst.
b. Instrumen untuk proses
Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak format yang dapat digunakan. Akan tetapi, format yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih.
c. Instrumen untuk output
Adapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes bekal awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

2. Dari sisi Hal yang Diamati
Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen untuk mengamati guru (observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students) (Reed dan Bergermann,1992).

a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers)
Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya, tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dsb. Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan anekdotal (anecdotal record).
Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu catatan anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu:
pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas, tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas, hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati, dan pengamatan harus dilakukan secara objektif.
Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for Observing Instructional Events),
Catatan Anecdotal Interaksi Guru-Siswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction Form),
Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for Grouping Patterns),
Pengamatan Terstruktur (Structured Observation),
Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model),
Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions),
Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre-, Whilst-, and Post-Teaching Activities) ,
Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students), dsb.

b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms)
Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik di kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas.
Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form for Anecdotal Record of Classroom Organization),
b) Format Peta Kelas (Form for a Classroom Map),
c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms),
d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of Classroom Social Environment),
e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Checklist for School Personnel Interviews),
f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies), dsb.
c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students).
Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Masing-masing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan diimplementasikan, dan seusai tindakan.
Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain:
Tes Diagnostik (Diagnostic Test) ,
a) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students),
b) Format Bayangan (Shadowing Form),
c) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students),
d) Carta Deskripsi Profil Siswa (Descriptive Profile Chart),
e) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participation in Lessons),
f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory),
g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection),
h) Sosiogram, dsb

Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam pengumpulan data PTK dapat berwujud:

(1) Pedoman Pengamatan.
Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004: 19). Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan lapangaan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses .

(2) Pedoman Wawancara
Untuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau wawasan .
Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan sebagai mitra. Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas. Guru dapat berperan pula sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi.

(3) Angket atau kuesioner
Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali.

(4) Pedoman Pengkajian Data dokumen
Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll.

(5) Tes dan Asesmen Alternatif
Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen
Instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan usulan penelitian atau dikembangkan setelah usulan penelitian disetujui untuk didanai dan dilaksanakan. Keuntungannya bila instrumen dikembangkan pada saat penyusunan usulan adalah peneliti telah mempersiapkan diri lebih dini sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan.
Pengukuran keberhasilan tindakan sedapat mungkin telah ditetapkan caranya sejak awal penelitian, demikian pula kriteria keberhasilan tindakannya. Keberhasilan tindakan ini disebut sebagai indikator keberhasilan tindakan. Indikator keberhasilan tindakan biasanya ditetapkan berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya: pencapaian penguasaan kompetensi sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang batas ketuntasan belajar (pada saat dilaksanakan tes awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai 75% diartikan masih perlu dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data Penelitian

Dalam PTK, perhatian lebih kepada kasus daripada sampel. Hal ini berimplikasi bahwa metodologi yang dipakai lebih dapat diterapkan terhadap pemahaman situasi problematik daripada atas dasar prediksi di dalam parameter.

1. Analisis Data Penelitian.

Tahap-tahap analisis data penelitian meliputi:
a. validasi hipotesis dengan menggunakan teknik yang sesuai (saturasi, triangulasi, atau jika memang perlu uji statistik);
b. interpretasi dengan acuan teori, menumbuhkan praktik, atau pendapat guru;
c. tindakan untuk perbaikan lebih lanjut yang juga dimonitor dengan teknik penelitian kelas.
Analisis dilakukan dengan menggunakan hasil pengumpulan informasi yang telah dilakukan dalam tahap pengumpulan data. Misalnya, dengan memutar kembali hasil rekaman proses pembelajaran dengan video tape recorder guru mengamati kegiatan mengajarnya dan membahas masalah-masalah yang menjadi perhatian penelitian bersama dengan dosen. Pada proses analisis dibahas apa yang diharapkan terjadi, apa yang kemudian terjadi, mengapa terjadi tidak seperti yang diharapkan, apa penyebabnya atau ternyata sudah terjadi seperti yang diharapkan, dan apakah perlu dilakukan tindaklanjut

2. Validasi hipotesis

Validasi hipotesis adalah diterima atau ditolaknya suatu hipotesis.
Jika di dalam desain penelitian tindakan kelas diajukan hipotesis tindakan yang merupakan keyakinan terhadap tindakan yang akan dilakukan, maka perlu dilakukan validasi. Validasi ini dimaksudkan untuk menguji atau memberikan bukti secara empirik apakah pernyataan keyakinan yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan itu benar. Validasi hipotesis tindakan dengan menggunakan tehnik yang sesuai yaitu: saturasi, triangulasi dan jika perlu dengan uji statistik tetapi bukan generalisasi atas hasil PTK. Saturasi, apakah tidak ditemukan lagi data tambahan. Triangulasi, mempertentangkan persepsi seseorang pelaku dalam situasi tertentu dengan aktor-aktor lain dalam situasi itu, jadi data atau informasi yang telah diperoleh divalidasi dengan melakukan cek, recek, dan cek silang dengan pihak terkait untuk memperoleh kesimpulan yang objektif.

3. Interpretasi Data Penelitian

Interpretasi berarti mengartikan hasil penelitian berdasarkan pemahaman yang dimiliki peneliti. Hal ini dilakukan dengan acuan teori, dibandingkan dengan pengalaman, praktik, atau penilaian dan pendapat guru. Hipotesis tindakan yang telah divalidasi dicocokkan dengan mengacu pada kriteria, norma, dan nilai yang telah diterima oleh guru dan siswa yang dikenai tindakan.

4. Penyusunan Laporan Penelitian

Di Bab Hasil dan Pembahasan Penelitian dalam Laporan PTK pada umumnya peneliti terlebih dulu menyajikan paparan data yang mendeskripsikan secara ringkas apa saja yang dilakukan peneliti sejak pengamatan awal (sebelum penelitian) yaitu kondisi awal guru dan siswa diikuti refleksi awal yang merupakan dasar perencanaan tindakan siklus I, dilanjutkan dengan paparan mengenai pelaksanaan tindakan, hasil observasi kegiatan guru, observasi situasi dan kondisi kelas dan hasil observasi kegiatan siswa. Paparan data itu kemudian diringkas dalam bentuk temuan penelitian yang berisi pokok-pokok hasil observasi dan evaluasi yang disarikan dari paparan data.
Berikutnya berdasarkan temuan data dilakukan refleksi hasil tindakan siklus 1 yang dijadikan dasar untuk merencanakan tindakan untuk siklus ke 2. Di sini dapat dibandingkan hasil siklus 1 dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 1 yang telah ditetapkan berdasarkan refleksi awal.
Paparan data siklus dua juga lengkap mulai perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi. Ringkasan paparan data dicantumkan dalam bentuk temuan penelitian. Temuan ini menjadi dasar refleksi tindakan siklus ke 2, termasuk apakah perlu dilanjutkan dengan pelaksanaan tindakan untuk siklus ke 3. Peneliti dapat membandingkan hasil siklus 2 ini dengan indikator keberhasilan tindakan siklus 2 yang telah ditetapkan berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus ke 1.
Jadi prosedur analisis dan interpretasi data penelitian dilaksanakan secara deskriptif kualitatif dengan meringkas data (reduksi data), saturasi dan triangulasi.

PEMBELAJARAN SAINS TERPADU


Kurikulum secara luas adalah semua aturan yang berhubungan dengan pendidikan. Dengan meninjau definisi yang berbeda,kurikulum adalah kumpulan semua mata pelajaran, wacana pelajaran dan sekaligus sebagai wahana pendidikan. Dalam arti sempit kurikulum adalah Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang merupakan kumpulan pokok bahasan atau istilah sekarang silabus.
Kita semua mengetahui bahwa sejak lama wawasan pendidikan IPA (Sains) pada tingkat SD adalah terpadu, tingkat SLTP sudah terpadu (dalam arti penilaian raport sudah menjadi satu), namun ‘masih terpisah’ selama pembelajaran yaitu meliputi jam pembelajaran maupun guru mata pelajarannya, walaupun terkadang memakai satu buku yangsudah terpadu materi fisika, biologi dan kimianya.Pada tingkat SLTA sejakdulu sudah terpisah, namun masih bersifat umum, dan di tingkat Perguruan Tinggi adalah terpisah, namun sudah bersifat spesialisasi.

Pendekatan pembelajaran IPA (Sains) terpadu di jenjang sekolah lanjutan telah banyak diwacanakan bahkan dicobakan dalam level penelitian misalnya dapat berupa pengajaran Sains terkait (combined), pembelajaran Sains terintegrasi (integrated), Pendekatan pembelajaran SAPA (Science A Process Approach), Pembelajaran bervisi STS (Science—Technology—Society), Pembelajaran bervisi SETS (Science—Environment—Technology—Society). Seiring dengan maraknya pendekatan pembelajaran Sains Terpadu, model-model pembelajaran juga banyak yang dimunculkan. Tetapi manakah yang paling kita yakini cocok diterapkan untuk kurikulum kita?
Sebenarnya bila ditelaah lebih mendalam pengajaran IPA (sains) terpadu belum pernah ada, artinya tidak pernah terjadi dalam praktek pembelajaran sekolah-sekolah di Indonesia. Di SD pembelajaran yang muncul hanyalah pengetahuan IPA saja belum memadukan pengetahuan dengan kondisi riil di sekeliling alam sekitarnya, di SMP pembelajaran masih terpisah (tidak berani memadukan). Jadi pendekatan science integrated sulit dilaksanakan. IPA terpadu sulit, kecuali mampu memadukan materi sentris yang biasanya terpisah dengan kenyataan di lapangan, menjadi satu proses pembelajaran. Perlukah sering dilakukan studi wisata ke pabrik, ke alam secara langsung, ke industri (seperti praktek kerja industri di sekolah kejuruan). Namun bisakah pembelajaran pengetahuan yang hanya 90 menit sambil membawa siswa ke obyek kontekstual yang makan waktu berjam-jam? Sulit bukan..?

Akhirnya pembelajaran sains yang terpisah seperti itu hanya memajukan kompeten pengetahuan saja. Sebagai contoh seorang siswa dalam pelajaran Fisika mendapat nilai 9, namun di rumah lampu mati, atau kabel setrika putus, siswa tidak bisa memperbaiki dan tidak mampu berbuat apa-apa. Wawasan siswa terpotong-potong atau menjadi dead knowledge. Langkah kita sebagai guru harus berusaha keras menghindari dead knowledge. Masyarakat kita sudah turun temurun mengenal tempe, namun sejak jaman baheula ya seperti itulah tempe, lebih dari dua hari menjadi tempe bosok. Namun di Jepang sudah ada tempe kaleng, asli seperti tempe di Indonesia. Orang jepang mampu membuat tempe dan sekaligus mengawetkannya dalam waktu lama. Pelaut-pelaut yang kangen tempe dapat menemukannya dalam kaleng, tidak takut menjumpai tempenya bosok. Bayangkan selama berbulan-bulan pelaut itu berbekal tempe dari Indonesia. Tempe kaleng juga dikembangkan di Afrika (Simbabwe, Afrika Selatan) karena diyakini ada zat yang dihasilkan dapat mencegah kanker.

Tantangan bagi guru adalah guru mengembangkan proses pembelajaran sains terintegrasi tanpa meninggalkan : alokasi waktu, dan jangan nggladrah/ tidak efektif. Praktikum tidak harus dalam kelas, bisa juga dalam bentuk tugas, atau proyek, sehingga evaluasinya bisa bervariasi,jika evaluasi hanya diukur dari aspek kognitif saja sebenarnya kita para guru rugi. Karena apa? Setiap siswa memiliki kecerdasan sendiri-sendiri yang berbeda-beda. Bukankah profesi manusia di sekitar kita sedemikian banyak ragamnya ?